Pada permulaan tahun 1970-an cara pendekatan yang dilakukan oleh IMO (Internasional Maritime Organisation) dalam membuat peraturan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran laut pada dasarnya sama dengan yang dilakukan sekarang, yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur kapal untuk mencegah jangan sampai terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran minyak ke laut. Dengan pendekatan demikian MARPOL 73/78 memuat peraturan untuk mencegah seminimum mungkin minyak yang mencemari laut. Tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan perubahan penekanan dengan menitik beratkan pencegahan pencemaran pada kegiatan operasi kapal seperti yang dimuat di dalam Annex I terutama keharusan kapal untuk dilengkapi dengan Oily Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.
Karena itu MARPOL 73/78 Consolidated Edition 1997 dibagi dalam 3 (tiga) kategori dengan garis besarnya sebagai berikut :
- Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Kapal dibangun, dilengkapi dengan konstruksi dan peralatan berdasarkan peraturan yang diyakini akan dapat mencegah pencemaran terjadi dari muatan yang 15 diangkut, bahan bakar yang digunakan maupun hasil kegiatan operasi lainnya di atas kapal seperti sampah-sampah dan segala bentuk kotoran.
- Peraturan untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi. Jika sampai terjadi juga pencemaran akibat kecelakaan atau kecerobohan maka diperlukan peraturan untuk usaha mengurangi sekecil mungkin dampak pencemaran, mulai dari penyempurnaan konstruksi dan kelengkapan kapal guna mencegah dan membatasi tumpahan sampai kepada prosedur dari petunjuk yang harus dilaksanakan oleh semua pihak dalam menaggulangi pencemaran yang telah terjadi.
- Peraturan untuk melaksanakan peraturan tersebut di atas. Peraturan prosedur dan petunjuk yang sudah dikeluarkan dan sudah menjadi peraturan Nasional negara anggota wajib ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam membangun, memelihara dan mengoperasikan kapal. Pelanggaran terhadap peraturan, prosedur dan petunjuk tersebut harus mendapat hukuman atau denda sesuai peraturan yang berlaku.
Khusus bahan pencemaran minyak bumi, pencegahan dan penanggulanganya secara garis besar dibahas sebagai berikut:
- Peraturan untuk pencegahan pencemaran oleh minyak. Untuk mencegah pencemaran oleh minyak bumi yang berasal dari kapal terutama tanker dalam Annex I dimuat peraturan pencegahan dengan penekanan sebagai berikut : Regulation 13, Segregated Ballast Tanks (SBT) , Dedicated Clean Ballast Tanks (CBT) and Crude Oil Washing (COW). Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sesedikit mungkin pembuangan minyak karena kegiatan operasi adalah melengkapi tanker yang paling tidak salah satu dari ketiga system pencegahan. Segregated Ballast Tanks (SBT) Tanki khusus air balas yang sama sekali terpisah dari tanki muatan minyak maupun tanki bahan bakar minyak. Sistem pipa juga harus terpisah, pipa air balas tidak boleh melewati tanki muatan minyak. Dedicated Clean Ballast Tanks (CBT) Tanki bekas muatan dibersihkan untuk diisi dengan air balas. Air balas dari tanki 16 tersebut, bila dibuang ke laut tidak akan tampak bekas minyak di atas permukaan air dan apabila dibuang melalui alat pengontrol minyak (Oil Discharge Monitoring), minyak dalam air tidak boleh lebih dari 13 ppm. Crude Oil Washing (COW) Muatan minyak mentah (Crude Oil) yang disirkulasikan kembali sebagai media pencuci tanki yang sedang dibongkar muatannya untuk mengurangi endapan minyak tersisa dalam tanki.
- Pembatasan Pembuangan Minyak MARPOL 73/78 Pembatasan Pembuangan Minyak MARPOL 73/78 juga masih melanjutkan ketentuan hasil Konvensi 1954 mengenai Oil Polution 1954 dengan memperluas pengertian minyak dalam semua bentuk termasuk minyak mentah, minyak hasil olahan, sludge atau campuran minyak dengan kotoran lain dan fuel oil, tetapi tidak termasuk produk petrokimia (Annex II).
- Ketentuan Annex I Reg. 9 Control Discharge of Oil menyebutkan bahwa pembuangan minyak atau campuran minyak hanya dibolehkan apabila, Tidak di dalam Special Area seperti Laut Mediterania, Laut Baltic, Laut Hitam, Laut Merah dan daerah Teluk. Lokasi pembuangan lebih dari 50 mil laut dari daratan. Pembuangan dilakukan waktu kapal sedang berlayar, tidak membuang minyak lebih dari 30 liter/nautical mile, tidak membuang minyak lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah muatan.
- Monitoring dan kontrol Pembuangan minyak kapal tanker dengan ukuran 150 gross ton atau lebih harus dilengkapi dengan slop tank dan kapal tanker ukuran 70.000 tons dead weight (DWT) atau lebih paling kurang dilengkapi “slop tank” tempat menampung campuran dan sisa-sisa minyak di atas kapal. Untuk mengontrol buangan sisa minyak ke laut maka kapal harus dilengkapi dengan alat kontrol Oil Dischange Monitoring and Control System yang disetujui oleh pemerintah, berdasarkan petunjuk yang ditetapkan oleh IMO. Sistem tersebut dilengkapi dengan alat untuk mencatat berapa banyak minyak yang ikut 17 terbuang ke laut. Catatan data tersebut harus disertai dengan tanggal dan waktu pencatatan. Monitor pembuangan minyak harus dengan otomatis menghentikan aliran buangan ke laut apabila jumlah minyak yang ikut terbuang sudah melebihi ambang batas sesuai peraturan Reg. 9 (1a) “Control of Discharge of Oil”.
- Pengumpulan sisa-sisa minyak Reg. 17 mengenai “Tanks for Oil Residues (Sludge)” ditetapkan bahwa untuk kapal ukuran 400 gross ton atau lebih harus dilengkapi dengan tanki penampungan dimana ukurannya disesuaikan dengan tipe mesin yang digunakan dan jarak pelayaran yang ditempuh kapal untuk menampung sisa minyak yang tidak boleh dibuang ke laut seperti hasil pemurnian bunker, minyak pelumas dan bocoran minyak dikamar mesin. Tangki-tangki penampungan dimaksud disediakan di tempat-tempat seperti: (a) Pelabuhan dan terminal dimana minyak mentah dimuat. Semua pelabuhan dan terminal dimana minyak selain minyak mentah dimuat lebih dari 100 ton per hari. Semua daerah pelabuhan yang memiliki fasilitas galangan kapal dan pembersih tanki.Semua pelabuhan yang bertugas menerima dan memproses sisa minyak dari kapal; (b) Peraturan untuk menanggulangi pencemaran oleh minyak Sesuai Reg. 26 “Shipboard Oil Pollution Emergency Plan” untuk menanggulangi pencemaran yang mungkin terjadi maka tanker ukuran 150 gross ton atau lebih dan kapal selain tanker 400 gross ton atau lebih, harus membuat rencana darurat pananggulangan pencemaran di atas kapal. Pencegahan dan penaggulangan pencemaran yang datangnya dari kapal tanker, perlu dikontrol melalui pemeriksaan dokumen sebagai bukti bahwa pihak perusahaan pelayaran dan kapal sudah melaksanakannya dengan semestinya. Definisi bahan – bahan pencemaran yang di maksud berdasarkan MARPOL 73/78 adalah sebagai 18 berikut; Minyak adalah semua jenis minyak bumi seperti minyak tanah (crude oil), bahan bakar (fuel oil), kotoran minyak (sludge) dan minyak hasil penyulingan (refined product). Minyak cair beracun adalah barang cair yang beracun dan berbahaya hasil produk kimia yang di angkut dengan kapal tanker khusus kimia (chemical tanker). Kategori untuk bahan cair beracun (noxious liquid substances) bukan lagi dengan istilah A,B,C,D akan tetapi dengan istilah X,Y, Z, dan OS (other substance).
“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”
Penulis: Tutik Wulan Sari, A.Md, ANT. III., Guru Produktif Nautika Kapal Niaga
Editor: Tim Humas dan Literasi
Nautika Jaya👍👍👍
Alhamdulillah
Jaya Nautika SMKN 10 Semarang
Beri Komentar