Ahmad Khabib, atau Khabib, adalah seorang siswa kelas X di SMKN 20 Semarang. Dia adalah anak kedua dalam keluarga yang penuh kebahagiaan dan kasih sayang. Khabib memiliki kakak laki-laki bernama Ibrahim, yang lebih suka dipanggil Ibra seperti pesepakbola terkenal. Meskipun beda tingkat, mereka bersekolah di sekolah yang sama. Khabib selalu mengagumi kakaknya yang dulu baik, perhatian, dan penuh kasih sayang.
Namun, segalanya berubah semenjak Ibrahim naik ke kelas XII. Khabib menyaksikan perubahan total dalam sikap kakaknya. Ibra mulai bergaul dengan teman-teman yang memiliki sifat kurang baik. Dia menjadi semakin cuek dan jarang berinteraksi dengan keluarga. Hubungan mereka yang dulu erat menjadi renggang.
Khabib merasa sedih dan khawatir melihat perubahan ini. Dia mencoba mencari kesempatan untuk berbicara dengan Ibrahim, tetapi kakaknya selalu menghindarinya. Khabib menyadari bahwa Ibrahim terjerumus dalam pergaulan bebas yang membahayakan.
Perubahan sikap Ibrahim semakin terlihat. Ibra sering absen di sekolah, prestasinya menurun, dan terlibat dalam kegiatan negatif seperti merokok dan kumpul dengan gang kenakalan remaja. Khabib merasa tidak tahan melihat kakaknya seperti itu.
Pagi itu, pukul 06.00, Khabib bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Dia baru saja pindah ke SMKN 20 Semarang, yang kebetulan jaraknya agak jauh dari rumahnya. Khabib tahu dia harus berangkat lebih pagi agar tidak terlambat, terutama karena harus naik angkutan umum.
Setelah menyelesaikan persiapan, Khabib berangkat ke sekolah. Begitu tiba di sekolah, dia melihat kelas sudah penuh dengan siswa-siswa yang lain. Khabib merasa sedikit bingung karena semua bangku sudah ditempati.
Tiba-tiba, ada seseorang yang menepuk bahuku dengan lembut. Khabib menoleh dan melihat seorang cowok dengan senyuman hangat di wajahnya.
“Hai,” sapanya. “Belum dapat tempat duduk? Sini duduk dengan aku, kebetulan sampingku kosong.”
“Oh, iya. Terima kasih,” balas Khabib dengan senyuman lega. Dia merasa sangat bersyukur mendapat tempat duduk.
“Namaku Bagas Adi Putra, panggil aja Bagas,” kata cowok itu sambil tersenyum ramah.
“Senang bertemu, Bagas. Aku Ahmad Khabib, panggil aja Khabib,” balas Khabib sambil mereka berdua saling berjabat tangan.
Dengan ditemani Bagas, Khabib merasa lebih nyaman di kelas yang baru baginya. Mereka berdua mulai berbincang-bincang dan saling mengenal satu sama lain. Khabib merasa Bagas adalah teman yang ramah dan mudah diajak bicara.
Pagi itu, di bangku sekolah, Khabib duduk dengan raut wajah yang sedih. Dia terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tiba-tiba, Bagas, sahabatnya, datang menghampiri Khabib. Dia melihat keadaan Khabib dan segera merasa khawatir.
Bagas: Hey, Khabib, apa yang terjadi? Kamu terlihat sedih. Apa yang sedang kamu pikirkan? Bagas menghampiri Khabib.
Khabib: Oh, Bagas… Aku hanya sedikit terbebani dengan beberapa masalah di rumah. Khabib mengangkat kepalanya dan tersenyum sedikit.
Bagas: Ceritakan padaku, Khabib. Aku di sini untuk mendengarkan dan mendukungmu. Bagas mengambil tempat duduk di samping Khabib.
Khabib: Baiklah. Sebenarnya, ada masalah di keluargaku. Kakakku, Ibrahim, telah berubah sikap semenjak naik ke kelas XII. Dia bergaul dengan teman-teman yang kurang baik dan menjadi semakin cuek terhadap kami, keluarganya. Khabib menghela nafas.
Bagas: Itu pasti sulit bagimu, Khabib. Aku bisa merasakan betapa terbebannya hatimu melihat perubahan pada kakakmu. Bagas menatap Khabib dengan penuh empati.
Khabib: Ya, benar sekali. Aku merindukan hubungan kami yang dulu erat. Aku mencoba berbicara dengannya, tapi dia selalu menghindariku.
Bagas: Mungkin dia masih belum menyadari dampak negatif dari pergaulannya. Apakah kamu sudah mencoba memberitahu orangtua atau guru tentang hal ini?
Khabib: Belum, Bagas. Aku masih mencari cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini tanpa membuat situasi semakin rumit.
Bagas: Aku mengerti perasaanmu, Khabib. Mungkin kamu bisa mencoba bicara dengan orangtua atau guru yang bisa memberikan saran dan bantuan. Jangan menanggung beban ini sendirian.
Khabib: Terima kasih, Bagas. Aku beruntung memiliki teman seperti kamu yang selalu ada untukku. Aku akan mencoba bicara dengan orangtua dan mencari bantuan yang tepat sambal menggenggam tangan Bagas.
Bagas: Tentu, Khabib. Aku akan selalu mendukungmu dan berada di sisimu. Kita akan mencari solusi bersama-sama.
Mereka berdua duduk di samping satu sama lain, saling memberikan dukungan dan ketenangan. Bagas memberikan kekuatan kepada Khabib untuk menghadapi masalah di keluarganya. Mereka berjanji akan saling mendukung dan mencari jalan terbaik untuk membantu Khabib mengatasi situasi tersebut.
Pagi itu, pertemuan dengan Bagas memberikan Khabib kekuatan baru dan keyakinan bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi masalah keluarganya. Mereka berdua menyadari bahwa dengan dukungan dan persahabatan, mereka dapat mengatasi setiap rintangan yang datang dalam hidup mereka.
Siang itu, lonceng sekolah berbunyi menandakan selesainya Ujian Akhir Semester. Anak-anak keluar sekolah dengan riang, menyambut liburan yang akan segera dimulai. Khabib, adik dari Ibrahim, melihat kakaknya berkumpul dengan teman-temannya di samping sekolah. Ada sesuatu yang tidak beres, terasa tegang di udara.
Khabib mendengar isu yang berkembang di sekolah bahwa kemarin SMKN 20 Semarang diserang oleh sekolah lain. Kabar itu membuat Khabib khawatir akan keselamatan kakaknya. Tanpa berpikir panjang, dia memutuskan untuk mengikuti Ibrahim secara diam-diam.
Ternyata, kekhawatiran Khabib tidak meleset. Ketika dia mencapai tempat di mana kakaknya berada, dia melihat Ibrahim dan teman-temannya terlibat dalam sebuah tawuran dengan kelompok lawan. Khabib merasa hatinya berdegup kencang melihat pemandangan itu.
Karena kalah jumlah, anak-anak dari SMKN 20 Semarang terpaksa melarikan diri, dikejar oleh lawan-lawannya. Khabib, dalam kepanikan, berusaha menyelamatkan diri. Namun, karena dia mengenakan seragam SMKN 20 Semarang, dia menjadi bulan-bulanan para penyerang. Dia dipukuli dan ditendang, wajah dan tubuhnya dipenuhi dengan luka.
Beruntung, ada seorang tukang becak yang melintas di dekat tempat kejadian. Dia melihat Khabib yang terluka parah dan segera berlari mendekatinya. Dengan kebaikan hati, tukang becak itu membantu Khabib masuk ke becaknya dan segera membawanya ke rumah sakit terdekat.
Di rumah sakit, Khabib mendapatkan perawatan yang diperlukan untuk luka-lukanya. Dokter dan perawat dengan sigap merawatnya. Sementara itu, keluarga Khabib, termasuk Ibrahim, datang setelah mendapat kabar tentang insiden yang terjadi.
Khabib, meskipun dalam rasa sakit fisik dan emosional, merasa bersyukur bahwa ada orang-orang baik yang membantunya. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi Ibrahim tentang bahaya dan konsekuensi dari pergaulan yang buruk.
Dalam perjalanan pemulihannya, Khabib dikelilingi oleh cinta dan dukungan keluarga dan teman-temannya. Mereka berjanji untuk menjaga satu sama lain dan belajar dari pengalaman ini. Khabib berharap bahwa kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua orang untuk menghindari kekerasan dan memilih jalan perdamaian.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, Kepala SMKN 10 Semarang.