Pernahkah sobat matematika merenung untuk memikirkan matematika dalam konteks filsafat? Bisa jadi hal tersebut tidak pernah terpikirkan sama sekali. Terdapat dua perspektif terkait filsafat pengetahuan matematika yaitu pandangan absolutist dan fallibilist. Ernest (1991) menjelaskan bahwa dari perspektif absolutist, pengetahuan matematika dipandang sebagai sesuatu yang pasti dan mutlak sedangkan menurut perspektif fallibilist, pengetahuan matematika dipandang tidak selalu benar dan mungkin dapat salah sehingga “perlu diperbaiki”.
Dua pandangan dalam filsafat tersebut memegang konsepnya masing-masing dalam pendidikan matematika. Absolutist memandang pengetahuan matematika terdiri dari kebenaran yang pasti dan mutlak. Pandangan ini mengandalkan metode deduktif untuk menjamin tuntutan pengetahuan matematika (Ernest, 1991). Kaum fallibilist menolak bahwa pengetahuan matematika merupakan kebenaran absolut atau benar secara mutlak oleh karena itu perlu perbaikan untuk memperbaikinya.
Dari pandangan absolutist dan fallibilist, Toumasis (1997) merumuskan ringkasan dari model pendidikan matematika berdasarkan dua pandangan filsafat tersebut dilihat dari teori belajar dan teori mengajar. Ringkasan tersebut dapat dilihat pada deskripsi di bawah ini.
Berdasarkan Theory of Learning:
- Absolutist: (a) Pembelajaran dikaitkan dengan penerimaan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui kerja keras dan latihan. Dalam proses pembelajaran terjadi melalui penyerapan; (b) Pembelajaran tergantung pada usaha individu, penerapan, latihan, disiplin diri dan penyangkalan diri; (c) Kesalahan dalam matematika dianggap sebagai kegagalan dalam menguasai konsep dan keterampilan matematika.
- Fallibilist: (a) Pengetahuan matematika harus diciptakan kembali dalam pikiran setiap anak, dan semata-mata sebagai tanggapan atas upaya aktif mereka untuk mengetahui; (b) Pembelajaran melibatkan penyelidikan, penemuan, diskusi, bermain, kerja kooperatif, dan eksplorasi; (c) Kesalahan memainkan peran penting dalam konstruksi pengetahuan dan makna matematika karena mereka mengarah pada konflik yang diperlukan untuk pengembangan konsep baru dan pemikiran kritis.
Sedangkan berdasarkan Theory of Teaching:
- Absolutisme: (a) Guru mengajar matematika dengan mengkomunikasikan pengetahuan matematika sebagai rangkaian konsep, teori, pembuktian, secara benar dan jelas, untuk dipelajari dan dipahami; (b) Peran guru adalah sebagai pembimbing dan penjelas dengan mengadaptasi melalui pendekatan buku teks terstruktur; (c) Hubungan antara Guru dan Siswa bersifat otoriter. Guru yang memiliki pengetahuan, menyampaikannya kepada Siswa, seefektif mungkin; (d) Guru memberikan penekanan pada latihan keterampilan, kerja keras pada mata pelajaran, disiplin yang ketat, dan memberikan kesempatan terus menerus untuk latihan dan latihan.
- Fallibilist: (a) Guru mengajar Siswa dengan memberi semangat, memfasilitasi dan mengatur situasi yang terstruktur dengan hati-hati untuk eksplorasi; (b) Peran Guru adalah sebagai pengelola sumber belajar dan fasilitator pembentukan konsep; (c) Guru perlu memainkan peran sebagai konselor, pengambil risiko atau mendampingi jika adanya kesalahan dalam diskusi antara Siswa dengan Siswa dan Siswa dengan Guru; (d) Guru menghabiskan banyak waktu di kelas untuk menciptakan lingkungan belajar yang aktif, membimbing, bertanya, berdiskusi, mengklarifikasi dan mendengarkan yang lebih banyak daripada hanya sekedar memberi pelajaran atau arahan.
Setelah kita pahami indikator-indikator dua filsafat matematika tersebut, manakah yang menjiwai gaya mengajar atau cara belajar sobat matematika sekalian? Bisa kita diskusikan di kolom komentar, ya. Berikut saya cantumkan juga referensi yang bisa kita pelajari bersama.
“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”
Penulis: Andhika Wildan Krisnamurti, S.Pd., Guru Mapel Matematika
Editor: Tim Humas
Setuju. Semoga bermanfaat pada bidang ilmunolahraga
Beri Komentar