Semarang – SMKN 10 Semarang kembali menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan mengundang Mumpuni Nurwitasari, seorang Guru Penggerak dari SMKN 7 Semarang. Dalam acara berbagi praktik baik yang dilaksanakan pada Senin, 16 Desember 2024, pukul 08.00–10.00 WIB di ruang Baita Adiguna, para guru mendapatkan inspirasi dari pengalaman nyata pembelajaran inklusif yang diterapkan di SMKN 7 Semarang.
Acara dibuka oleh Kepala SMKN 10 Semarang, Ardan Sirodjuddin, M.Pd. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya guru-guru SMKN 10 Semarang untuk terus mengembangkan praktik pembelajaran yang inovatif dan inklusif. Ia juga menetapkan target yang ambisius. “Tahun depan, kami menargetkan 20 karya praktik baik dari SMKN 10 Semarang dapat berpartisipasi dalam Jambore GTK Hebat BBGP 2025. Untuk itu, kami menghadirkan narasumber hebat yang memiliki karya luar biasa guna menginspirasi para guru,” ujarnya.
Mumpuni Nurwitasari memaparkan praktik baik berjudul Jaring Kasih: Merajut Kebersamaan dan Penerimaan dalam Pembelajaran Jaringan Server Virtual Bersama Murid dengan Sindrom Asperger di Kelas XI SIJA SMKN 7 Semarang. Dalam paparannya, ia menjelaskan bagaimana pendekatan inklusif mampu menciptakan iklim pembelajaran yang suportif dan mendukung semua murid, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
“Salah satu tantangan yang kami hadapi adalah seorang murid dengan Sindrom Asperger di kelas XI yang memiliki kesulitan dalam aspek sosial, komunikasi, dan kolaborasi. Murid tersebut cenderung bekerja sendiri, sehingga perlu pendekatan khusus untuk memastikan ia merasa diterima, dihargai, dan tetap dapat mengikuti pembelajaran berbasis proyek,” ungkap Mumpuni.
Ia memaparkan beberapa tantangan utama, seperti kurangnya pemahaman guru terhadap sindrom Asperger, kesulitan murid dalam berkolaborasi, serta kekhawatiran terhadap penerimaan teman sebaya. Namun, tantangan tersebut dijawab dengan langkah-langkah konkret, mulai dari diskusi dengan pihak-pihak terkait, edukasi tentang inklusi dan toleransi, hingga penerapan pembelajaran berbasis proyek yang inklusif.
“Proses ini membutuhkan pendampingan sosial, simulasi, dan refleksi bersama untuk membangun kolaborasi serta rasa empati antar murid. Hasilnya sangat memuaskan, tidak hanya bagi murid dengan kebutuhan khusus tetapi juga seluruh kelas. Mereka belajar untuk saling menghargai, bekerja sama, dan lebih toleran terhadap perbedaan,” tambahnya.
Melalui refleksi hasil, Mumpuni menyebutkan bahwa iklim pembelajaran menjadi lebih inklusif dan suportif. Murid dengan Sindrom Asperger mampu meningkatkan keterampilan teknis, rasa percaya diri, serta penerimaan dirinya. Sementara itu, murid lainnya menunjukkan peningkatan empati dan kemampuan kolaborasi yang lebih baik.
Acara berbagi praktik baik ini diakhiri dengan penugasan dari Kepala SMKN 10 Semarang. Setiap guru diminta untuk membuat satu praktik baik dengan menggunakan alur STAR (Situation, Task, Action, Result) sebagai panduan, yang harus dikumpulkan paling lambat 20 Desember 2024.
“Melalui tugas ini, kami ingin seluruh guru di SMKN 10 Semarang dapat mengimplementasikan ide-ide inovatif dalam pembelajaran mereka. Ini adalah langkah penting menuju terciptanya pembelajaran yang lebih inklusif dan berkualitas,” ujar Ardan Sirodjuddin menutup kegiatan tersebut.
Dengan semangat berbagi dan berkolaborasi, SMKN 10 Semarang terus berupaya untuk menjadi teladan dalam penerapan pendidikan yang mendukung keberagaman dan inklusi, sejalan dengan visi besar sekolah untuk mencetak generasi unggul dan berdaya saing.
Penulis : Muhammad Yunan Setyawan, S.Pd, Guru Penggerak SMKN 10 Semarang
👍👍👍🫡
Mantaaabbb’s . . .
Semoga bermanfaat.dan dpt berbagi demi kemajuan.
Semoga bermanfaat dgn berkolaborasi
Semoga bermanfaat
Beri Komentar