Jakarta, 18 Maret 2025 – Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menggelar diskusi daring bertajuk “SIGAP” (Sinergi, Integrasi, Dan Akselerasi Penguatan Mutu SMK). Program ini diselenggarakan untuk menyoroti pentingnya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan hidup (K3LH) di SMK. Acara yang disiarkan langsung melalui Kanal YouTube Direktorat SMK ini berlangsung mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai dan diikuti oleh ratusan peserta dari kalangan pendidik, siswa, praktisi industri, hingga pemangku kepentingan terkait.
Diskusi dibuka secara resmi oleh Dr. Arie Wibowo Kurniawan, S.Si, M.Ak, Direktur SMK, yang dalam sambutannya menyampaikan pandangan mendalam tentang persoalan pokok pendidikan SMK dari masa ke masa. Ia menekankan bahwa perubahan pola kerja menjadi salah satu tantangan utama yang harus dihadapi dunia pendidikan kejuruan saat ini. “Pola kerja di industri terus berkembang seiring kemajuan teknologi dan tuntutan global. Oleh karena itu, SMK harus mampu menyesuaikan diri dengan memastikan siswa siap menghadapi dunia kerja yang aman, sehat, dan kompetitif,” ujarnya.
Dalam paparannya, Dr. Arie menjelaskan bahwa pelaksanaan K3LH di SMK dapat merujuk pada prinsip-prinsip Teori Prosser. Salah satu prinsip yang ia soroti adalah pentingnya replika lingkungan kerja di sekolah. “Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan belajar siswa merupakan replika dari lingkungan kerja yang sesungguhnya,” ungkapnya. Prinsip ini diperkuat dengan penekanan pada penggunaan alat dan mesin yang sama seperti yang digunakan di tempat kerja.
Selain itu, Dr. Arie juga menyoroti pentingnya pembentukan kebiasaan kerja dan berpikir yang benar melalui pelatihan langsung. “Guru SMK harus memiliki pengalaman praktis dalam bidang yang diajarkannya agar dapat mentransfer keterampilan secara efektif kepada siswa,” tambahnya. Hal ini selaras dengan prinsip lain dalam Teori Prosser, yakni pentingnya menjaga relevansi pendidikan kejuruan dengan permintaan pasar kerja.
Moderator acara, Sandi Utama Andalusi, memandu diskusi dengan mengundang dua narasumber utama, yaitu Ida Rahmawati, S.Si, M.Kes, dari Kementerian Ketenagaan., dan Prof. DR. Ketut Ima Ismara, M.Pd, M.Kes., pakar pendidikan vokasi dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Ida Rahmawati membahas pentingnya penerapan Human Capital Management (HCM) dengan fokus pada K3LH di SMK. “Human Capital adalah modal utama yang harus dikembangkan melalui pendidikan kejuruan. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan produktif, SMK harus memperhatikan enam komponen utama: modal intelektual, emosional, sosial, ketabahan, moral, dan kesehatan,” jelasnya.
Ida juga menyoroti manfaat penerapan HCM dengan penekanan pada K3LH. “Bagi SMK, hal ini akan menurunkan angka kecelakaan dan meningkatkan daya saing lulusan. Bagi siswa sendiri, penguasaan K3 akan meningkatkan peluang karier mereka di industri yang menerapkan standar keselamatan tinggi,” tambahnya.
Dalam sesi berikutnya, Ida Rahmawati menjelaskan strategi optimalisasi pembinaan SDM di bidang K3. “Kami mendorong pembinaan dan sertifikasi K3, penerapan budaya K3, serta penguatan regulasi dan standar K3 di semua sektor, termasuk pendidikan kejuruan,” katanya. Ia juga menyoroti pentingnya penggunaan teknologi dalam meningkatkan efisiensi implementasi K3.
Lebih lanjut, Ida menekankan peran SDM dalam meningkatkan daya saing. “SDM yang kompeten dalam K3 tidak hanya meningkatkan citra perusahaan tetapi juga memastikan kepatuhan terhadap regulasi global dan mendukung inovasi di tempat kerja,” ujarnya.
Ida Rahmawati juga menjelaskan upaya Kementerian Ketenagakerjaan dalam meningkatkan penerapan K3 di Indonesia. “Kami terus melakukan penyusunan norma dan standar K3, meningkatkan pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan, serta melibatkan masyarakat dalam forum pengawasan ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Selanjutnya narasumber kedua, Prof. Ketut Ima Ismara memberikan paparan tentang pentingnya pemetaan risiko dalam konteks K3. Ia menggunakan sebuah matriks yang menggambarkan empat kondisi berdasarkan variabel perilaku dan kondisi. “Matriks ini menunjukkan bahwa kombinasi antara kondisi baik dan perilaku baik adalah kunci untuk menciptakan situasi yang aman,” jelasnya.
Ia memberikan contoh konkret dari setiap kotak dalam matriks. Misalnya, dalam kondisi “Aman” (kondisi baik dan perilaku baik), seorang pekerja menggunakan APD dengan benar di lingkungan yang sudah memenuhi standar keselamatan. Namun, dalam kondisi “Resiko Tinggi / Bahaya” (kondisi buruk dan perilaku buruk), seorang pekerja tidak menggunakan APD dan bekerja di area konstruksi yang tidak terawat, sehingga sangat berbahaya.
“Matriks ini menekankan pentingnya integrasi antara kondisi yang baik dan perilaku yang baik. Jika salah satu faktor kurang, risiko bahaya akan meningkat,” tutur Ketut.
Acara ini mendapat apresiasi luar biasa dari para peserta. Salah satu peserta, Ardan Sirodjuddin, Kepala SMKN 10 Semarang, menyampaikan tanggapannya. “Program SIGAP ini sangat inspiratif. Saya merasa termotivasi untuk lebih memperhatikan aspek K3LH dalam proses pembelajaran di sekolah,” katanya.
Diskusi daring SIGAP ini berhasil menciptakan kesadaran kolektif tentang pentingnya penerapan K3LH di SMK. Melalui pendekatan edukatif, kolaboratif, dan praktis, Direktorat SMK berupaya memastikan bahwa setiap siswa SMK tidak hanya unggul dalam kompetensi teknis tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
Seperti yang disampaikan oleh Dr. Arie Wibowo Kurniawan dalam penutupnya, “Mari kita bersama-sama membangun generasi muda yang siap menghadapi tantangan dunia kerja dengan jiwa yang tangguh, hati yang peduli, dan pikiran yang inovatif.”
Semoga program SIGAP ini dapat terus berlanjut dan menginspirasi banyak pihak untuk turut berkontribusi dalam menciptakan dunia pendidikan dan industri yang lebih baik.
Penulis : Mulyo Subagyo, S.Pd., Guru Matematika SMKN 10 Semarang
Beri Komentar