Info Sekolah
Rabu, 09 Okt 2024
  • Guru PAI SMKN 10 Semarang Juara 1 Lomba Guru PAI Berprestasi Kemenag Kota Semarang##SMKN 10 Semarang Juara 2 Anugerah Sekolah Berbudaya Sehat Tk. Nasional

SMKN 10 Semarang Gelar Workshop Penguatan Pembelajaran Teaching Factory (TEFA)

Diterbitkan : - Kategori : Berita / Di Sekolah / Workshop

Semarang-SMKN 10 Semarang sebagai Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan kembali menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan pembelajaran berbasis industri dengan menggelar workshop Penguatan Pembelajaran Teaching Factory (TEFA) pada Rabu, 2 Oktober 2024. Bertempat di ruang pertemuan Baita Adiguna SMKN 10 Semarang, acara ini dihadiri oleh Prof. Dr. Samsudi, M.Pd, dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang dikenal memiliki pengalaman luas dalam pengelolaan pembelajaran berbasis TEFA.

Dalam sambutannya, Kepala SMKN 10 Semarang, Ardan Sirodjuddin, M.Pd, menyampaikan harapannya agar para guru di sekolah tersebut semakin termotivasi untuk memperkuat pengelolaan pembelajaran berbasis TEFA. “Hadir di tengah-tengah kita, Prof. Dr. Samsudi, M.Pd, yang kenyang pengalaman dengan model pembelajaran TEFA. Mari kita gali ilmunya untuk menghebatkan SMKN 10 Semarang,” ujarnya.

Prof. Dr. Samsudi, M.Pd, dalam paparannya, menekankan pentingnya pembelajaran kejuruan yang meniru lingkungan kerja sesungguhnya agar para siswa dapat memiliki pengalaman yang mendekati dunia industri. Ia mengutip konsep pendidikan kejuruan dari Charles A. Prosser (1950:217) yang menyatakan bahwa pendidikan kejuruan akan lebih efektif bila peserta didik dilatih dalam lingkungan kerja yang direplikasi semirip mungkin dengan yang sesungguhnya. “Pembelajaran pada pendidikan kejuruan dapat efektif jika pelatihan dilakukan dengan cara yang sama seperti di dunia kerja, termasuk penggunaan peralatan dan mesin,” jelasnya, mengacu pada konsep kedua Prosser (1950:218).

Lebih jauh, Prof. Samsudi menambahkan bahwa pembelajaran kejuruan akan semakin efektif jika pelatihan dilakukan secara individu, sehingga peserta didik tidak hanya mampu berpikir secara teknis, tetapi juga memanipulasi keterampilan yang diperlukan dalam kompetensi mereka. “Pembelajaran pada pendidikan kejuruan akan efektif sesuai proporsinya jika dilatihkan secara langsung dan secara individu pada peserta didik dalam kebiasaan berpikir dan memanipulasi keterampilan tersebut,” ujarnya, mengutip konsep ketiga dari Prosser (1950:220).

Filosofi Teaching Factory (TEFA) dijelaskan oleh Prof. Samsudi sebagai pendekatan yang mengintegrasikan pembelajaran berbasis produksi dengan standar dan prosedur industri. Ia menyebut bahwa melalui TEFA, siswa di SMK dapat terbiasa dengan alur kerja, kualitas kerja, dan keselamatan kerja yang berlaku di dunia industri. “Tujuan TEFA adalah membentuk kebiasaan bekerja sesuai standar kualitas industri, alur kerja yang efektif, dan penerapan keselamatan kerja yang membentuk habit kerja aman,” tegas Prof. Samsudi.

Mengapa Teaching Factory menjadi penting? Prof. Samsudi menjelaskan bahwa Teaching Factory adalah model pembelajaran berbasis produk (barang/jasa) yang dibangun melalui kerja sama antara sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai kebutuhan pasar. “Teaching Factory memberikan kesempatan bagi siswa untuk merasakan langsung bagaimana dunia industri bekerja, sehingga mereka lebih siap menghadapi tantangan di lapangan kerja setelah lulus,” jelasnya.

Dalam workshop tersebut, Prof. Samsudi juga memaparkan empat model pelaksanaan Teaching Factory. Model pertama adalah Dual System atau praktek kerja industri, yang mengacu pada pelatihan berbasis pengalaman di tempat kerja. Model kedua adalah Competency Based Training (CBT), di mana pembelajaran menekankan pada pengembangan keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Penilaian dalam model ini memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai kompetensi yang dibutuhkan pada setiap unit pelajaran.

Model ketiga, Production Based Education and Training (PBET), mengedepankan pembelajaran berbasis produksi. “Melalui PBET, siswa diperkuat kompetensinya dengan memproduksi barang nyata yang dibutuhkan oleh dunia kerja,” papar Prof. Samsudi. Sementara itu, model keempat adalah Teaching Factory berbasis sinergi antara sekolah dan industri, di mana produk yang dihasilkan menjadi media pengajaran yang menghubungkan teori dengan praktik dunia industri.

Pada akhir paparannya, Prof. Samsudi menegaskan bahwa Teaching Factory dapat diterapkan pada semua kompetensi keahlian di SMK. Terdapat tiga komponen utama yang harus ada dalam pelaksanaan TEFA, yaitu produk (barang/jasa) sebagai media pengantar kompetensi, job sheet yang memuat urutan kerja dan penilaian sesuai standar industri, serta pengaturan jadwal belajar yang memungkinkan pengantaran softskill dan hardskill kepada siswa. “Setiap kompetensi keahlian di SMK dapat menerapkan Teaching Factory melalui ketiga komponen ini sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas masing-masing,” pungkas Prof. Samsudi.

Workshop ini diharapkan mampu menjadi bekal bagi para guru di SMKN 10 Semarang untuk semakin mematangkan pembelajaran TEFA, sehingga dapat mencetak lulusan yang siap terjun ke dunia industri dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Penulis : Muhammad Yunan Setyawan, S.Pd, Guru Produktif  Teknik Pengelasan SMKN 10 Semarang

Artikel ini memiliki

3 Komentar

Helmi Yuhdana H., S.Pd., M.M.
Kamis, 3 Okt 2024

Mantaaabbb’s

Balas
Af'idatin
Kamis, 3 Okt 2024

Keren

Balas
Mita
Kamis, 3 Okt 2024

Keren
Semoga TeFa di smk 10 semakin berkembang

Balas

Beri Komentar