Yogyakarta-Sesi pagi hari ketiga Sabtu, 03 Agustus 2024, menjadi momen penting bagi para kepala sekolah yang tengah belajar tentang kompetensi sosial. Bertempat di Hotel Grand Rohan, kegiatan ini masih didampingi oleh fasilitator handal, Ibu Suratmi Eka Kapti dan Yustinus Aristono dari BBPPMPV Seni Budaya Yogyakarta. Ibu Kapti menjelaskan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan kepala sekolah untuk memberdayakan warga satuan pendidikan, berkolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta terlibat dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan kualitas satuan pendidikan secara menyeluruh.
Kompetensi sosial ini ditunjukkan dengan beberapa indikator. Pertama, pemberdayaan warga satuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kedua, kolaborasi untuk peningkatan kualitas satuan pendidikan. Ketiga, keterlibatan dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas untuk peningkatan kualitas satuan pendidikan. Untuk lebih memahami, berikut adalah rincian dari kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Mereka harus mampu membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang efektif dengan berbagai pihak.
Dalam hal ini, mereka harus mampu berkomunikasi secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu, mereka harus mampu bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mencapai tujuan bersama, membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati dengan semua stakeholder, menjadi fasilitator yang baik dalam proses pengambilan keputusan, serta menjadi pemimpin yang inspiratif dan memotivasi.
Adapun level kompetensi sosial meliputi lima tingkatan. Pada level 1, kepala sekolah harus memahami konsep pemberdayaan warga satuan pendidikan, kolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta terlibat dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas. Level 2 menuntut kepala sekolah untuk menerapkan pemberdayaan warga satuan pendidikan, kolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta keterlibatan dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas.
Pada level 3, kepala sekolah harus menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penerapan pemberdayaan warga satuan pendidikan, kolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta keterlibatan dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas. Sementara itu, level 4 mengharuskan kepala sekolah untuk mengevaluasi penerapan pemberdayaan warga satuan pendidikan, kolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta keterlibatan dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas.
Terakhir, pada level 5, kepala sekolah diharapkan mampu membimbing rekan sejawat dengan menggunakan agensi diri dalam penerapan pemberdayaan warga satuan pendidikan, kolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta keterlibatan dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas untuk peningkatan kualitas satuan pendidikan.
Untuk memperkuat pemahaman peserta, narasumber meminta tiap kelompok mempersiapkan dan melaksanakan role playing sesuai indikator sosial masing-masing. Role playing berlangsung menarik dan mendapatkan apresiasi dari fasilitator. Setiap kelompok peserta diberi tugas untuk memerankan situasi yang mencerminkan kemampuan memberdayakan warga satuan pendidikan, berkolaborasi dengan warga satuan pendidikan dan masyarakat, serta terlibat dalam organisasi profesi dan jejaring yang lebih luas. Dengan penuh semangat, peserta menyusun skenario dan menjalankan perannya masing-masing.
Role playing ini berlangsung dengan penuh antusiasme. Berbagai situasi yang dihadirkan oleh peserta mulai dari pengelolaan konflik antar guru, pengembangan program pendidikan bersama masyarakat, hingga partisipasi aktif dalam forum profesional. Keberagaman skenario yang dipresentasikan memperlihatkan pemahaman yang mendalam dari para peserta terhadap materi yang disampaikan. Setiap kelompok menunjukkan kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Mereka juga memperlihatkan kerjasama yang baik dalam mencapai tujuan bersama, membangun kepercayaan, dan rasa saling menghormati dengan semua stakeholder. Tidak hanya itu, para peserta juga menunjukkan kemampuan sebagai fasilitator yang baik dalam proses pengambilan keputusan dan sebagai pemimpin yang inspiratif dan memotivasi.
Fasilitator, Ibu Suratmi Eka Kapti dan Yustinus Aristono, memberikan apresiasi yang tinggi atas kreativitas dan kesungguhan para peserta dalam menjalankan role playing. Mereka menekankan bahwa praktik langsung seperti ini sangat membantu dalam memperdalam pemahaman dan keterampilan peserta. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk mengukur sejauh mana peserta mampu menerapkan teori ke dalam situasi nyata. Dengan berakhirnya sesi role playing, para peserta diharapkan semakin percaya diri dan siap untuk mengimplementasikan kompetensi sosial dalam lingkungan kerja masing-masing. Peningkatan kualitas pembelajaran, kolaborasi yang harmonis, serta keterlibatan aktif dalam organisasi dan jejaring yang lebih luas akan menjadi kunci keberhasilan dalam meningkatkan kualitas satuan pendidikan di Indonesia.
Acara pelatihan ini tidak hanya memberikan teori, tetapi juga pengalaman praktis yang berharga bagi para kepala sekolah. Diharapkan dengan pembekalan ini, mereka dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMKN 10 Semarang
Mantap…Bosq
Semoga berkah manfaat..aamiin..
Mantaabbb’s
Keren pak Ardan
Mantap๐๐๐
Mantap.
Beri Komentar