Yogyakarta, [03 Agustus 2024] – Dalam upaya meningkatkan kualitas kepemimpinan kepala sekolah, Diklat Manajerial Peningkatan Kompetensi Kepala SMK Pusat Keunggulan yang digelar di Hotel Grand Rohan Yogyakarta menghadirkan sesi khusus mengenai coaching. Yustinus Aristono dari BBPPMPV Seni Budaya Yogyakarta, sebagai narasumber, menekankan pentingnya pemberian umpan balik berbasis coaching dalam pengembangan diri.
“Umpan balik bukan sekadar evaluasi,” tegas Yustinus. “Lebih dari itu, umpan balik adalah sebuah proses kolaboratif yang bertujuan untuk membantu individu mencapai potensi terbaiknya.”
Konsep coaching berbeda dengan penilaian tradisional. Jika penilaian seringkali berfokus pada kekurangan, coaching lebih menekankan pada kekuatan dan potensi individu. Tujuan utama coaching adalah untuk membantu individu, atau coachee, mengidentifikasi area yang perlu dikembangkan dan menciptakan rencana aksi untuk mencapai tujuan.
Salah satu prinsip kunci dalam coaching adalah kemitraan. Hubungan antara coach dan coachee haruslah setara, saling menghormati, dan saling mendukung. Sebelum memberikan umpan balik, seorang coach perlu memahami terlebih dahulu perspektif dan perasaan coachee. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan dan menciptakan suasana yang aman bagi coachee untuk terbuka dan jujur.
Bapak Yustinus menjelaskan bahwa ada dua jenis umpan balik dalam coaching, yaitu Umpan Balik Apresiatif bertujuan untuk memberikan pengakuan dan penghargaan atas pencapaian yang telah diraih. Umpan balik ini sangat penting untuk memotivasi dan meningkatkan kepercayaan diri coachee, dan Umpan Balik Konstruktif bertujuan untuk membantu coachee mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. Umpan balik ini harus disampaikan dengan cara yang positif dan membangun, dengan fokus pada perilaku yang dapat diubah, bukan pada pribadi coachee.
Untuk memberikan umpan balik yang efektif, narasumber juga memperkenalkan teknik RASA (Receive, Acknowledge, Summarize, Ask) dan alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana, Tanggung Jawab). Teknik RASA membantu coach untuk benar-benar memahami pesan yang disampaikan oleh coachee, sedangkan alur TIRTA memberikan kerangka kerja yang jelas dalam proses coaching.
Setelah pemaparan materi, peserta diklat diberikan kesempatan untuk mempraktikkan langsung teknik coaching dalam kelompok kecil. Hal ini bertujuan untuk membekali peserta dengan keterampilan coaching yang dapat diterapkan dalam konteks kepemimpinan mereka sebagai kepala sekolah.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMKN 10 Semarang
Mantap.
Beri Komentar