Info Sekolah
Jumat, 22 Nov 2024
  • Guru SMKN 10 Semarang Juara 1 Lomba Guru Inovatif dan Dedikatif Tingkat Jawa Tengah ##SMKN 10 Semarang Juara 3 Jambore GTK Hebat 2024 Kategori Kepala SMK Inovatif

Menciptakan Kebahagiaan di Sekolah

Diterbitkan :

Orang pasti ingin hidupnya bahagia. Konsep ini tentu tidak ada yang memungkiri. Namun, pertanyaannya adalah, di mana sebenarnya kebahagiaan itu bisa ditemukan? Sonja Lyubomirsky, seorang psikolog positif terkemuka, menawarkan sebuah teori menarik tentang kebahagiaan yang mungkin dapat menjawab pertanyaan ini. Ia berpendapat bahwa tingkat kebahagiaan seseorang pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor utama, di mana dua di antaranya memiliki pengaruh yang lebih besar.

Faktor pertama adalah Setpoint, yang mencakup sekitar 50% dari tingkat kebahagiaan seseorang. Setpoint bisa diibaratkan sebagai termostat emosional bawaan kita. Ini adalah tingkat kebahagiaan dasar yang secara genetik ditentukan dan cenderung stabil sepanjang hidup kita. Faktor-faktor seperti kepribadian, temperamen, dan neurokimia otak kita berperan dalam menentukan setpoint ini. Setpoint ini adalah fondasi dari kebahagiaan kita, yang menjelaskan mengapa seseorang yang cenderung optimis biasanya lebih bahagia, bahkan saat menghadapi berbagai tantangan. Meskipun suasana hati bisa berfluktuasi akibat peristiwa tertentu, pada akhirnya kita akan kembali ke setpoint kita. Dengan kata lain, terlepas dari naik turunnya emosi yang kita alami, setpoint ini membuat kita tetap stabil dalam kebahagiaan jangka panjang.

Faktor kedua yang mempengaruhi kebahagiaan adalah Sirkumstansi, yang berkontribusi sekitar 10%. Sirkumstansi mencakup semua peristiwa eksternal yang terjadi dalam hidup kita, seperti pekerjaan, hubungan, kesehatan, dan kondisi sosial-ekonomi. Meskipun banyak yang menganggap bahwa sirkumstansi ini merupakan penentu utama kebahagiaan, Lyubomirsky justru berpendapat bahwa pengaruhnya sebenarnya lebih kecil dari yang kita kira. Memang, peristiwa besar dalam hidup seperti menikah, mendapatkan pekerjaan baru, atau kehilangan orang yang dicintai dapat memengaruhi kebahagiaan kita. Namun, pengaruh ini cenderung bersifat sementara. Seiring waktu, kita akan beradaptasi dengan keadaan baru tersebut dan kembali ke setpoint kita.

Dengan dua faktor ini, hanya 60% kebahagiaan yang tampaknya ditentukan oleh genetik dan keadaan eksternal. Namun, Lyubomirsky memberikan secercah harapan dengan menyatakan bahwa 40% sisanya berada dalam kendali kita. Artinya, meskipun setpoint dan sirkumstansi memainkan peran penting, kita masih memiliki kendali signifikan atas kebahagiaan kita sendiri. Faktor-faktor ini termasuk tindakan, pikiran, dan kebiasaan yang kita pilih setiap hari. Dengan kata lain, meskipun kita tidak bisa mengubah genetik atau selalu mengendalikan keadaan, kita dapat memilih bagaimana meresponsnya, dan itulah yang membuat perbedaan besar.

Sonja Lyubomirsky menekankan bahwa kebahagiaan tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor genetik atau keadaan eksternal, melainkan juga oleh apa yang disebutnya sebagai Tindakan yang Disengaja—sebuah konsep yang menjadi penentu utama dalam meningkatkan kualitas hidup kita.

Tindakan yang Disengaja mencakup segala aktivitas yang kita lakukan secara sadar untuk meningkatkan kebahagiaan. Hal ini meliputi beragam praktik, mulai dari berlatih rasa syukur hingga membina hubungan sosial yang baik. Misalnya, dengan secara rutin menghargai hal-hal positif dalam hidup, kita bisa meningkatkan rasa syukur yang secara alami mengarah pada kebahagiaan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa kebiasaan bersyukur dapat memperkuat perasaan bahagia, bahkan dalam kondisi yang menantang.

Selain itu, membantu orang lain juga menjadi salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kebahagiaan. Melakukan kebaikan, sekecil apa pun, memberikan kepuasan batin dan meningkatkan koneksi sosial. Koneksi sosial ini sendiri merupakan faktor penting dalam kebahagiaan. Ketika kita memiliki hubungan yang kuat dengan orang-orang di sekitar kita, seperti teman dekat atau sahabat, kita cenderung lebih bahagia dan jarang merasa kesepian.

Mengelola stres, menghadapi kesulitan, dan mengatasi trauma juga bagian dari tindakan yang disengaja yang tak kalah penting. Dalam dunia pendidikan, misalnya, kepala sekolah dan guru sering menghadapi tekanan tinggi. Dengan mengembangkan strategi yang efektif untuk mengelola stres, mereka dapat menjaga kesehatan mental dan kebahagiaan mereka. Bahkan, orang-orang yang berada di puncak kesuksesan seperti selebriti, terkadang kehilangan kebahagiaan karena tidak mampu menangani tekanan hidup.

Hidup di saat ini dan menikmati setiap momen tanpa terlalu memikirkan masa lalu atau masa depan juga merupakan kunci kebahagiaan. Banyak buku dan praktik meditasi menekankan pentingnya fokus pada saat ini. Ketika kita bisa hadir sepenuhnya dalam setiap momen, kita akan lebih mudah menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana.

Selain itu, menetapkan dan berkomitmen pada tujuan hidup memberikan makna dan arah yang jelas. Dalam konteks pendidikan, membantu siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang dan mendukung mereka dalam mencapainya tidak hanya meningkatkan kebahagiaan mereka, tetapi juga memberikan rasa puas yang mendalam bagi para pendidik itu sendiri.

Terakhir, merawat tubuh dan jiwa melalui olahraga, meditasi, atau sekadar menikmati alam, juga berkontribusi pada kebahagiaan jangka panjang. Keseimbangan antara fisik dan mental sangat penting untuk menjaga kebahagiaan yang berkelanjutan.

Dari uraian di atas, jelas bahwa Tindakan yang Disengaja memainkan peran besar dalam kebahagiaan. Meskipun kita tidak bisa mengubah setpoint atau selalu mengendalikan keadaan eksternal, kita memiliki kendali penuh atas tindakan yang kita lakukan setiap hari. Dengan melakukan hal-hal yang meningkatkan kebahagiaan, kita bisa secara signifikan meningkatkan kualitas hidup, tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita, termasuk siswa dan rekan kerja di lingkungan pendidikan.

Kebahagiaan di sekolah bukan hanya tentang prestasi akademis, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang mendukung dan memberdayakan. Penulis, dalam peranannya di SMKN 10 Semarang, telah menemukan kebahagiaan dengan cara yang unik dan bermakna, yaitu melalui tindakan membantu orang lain. Kebahagiaan ini tidak hanya dirasakan secara pribadi, tetapi juga berdampak luas bagi komunitas sekolah lainnya.

Pada tahun 2023, SMKN 10 Semarang mendapat kesempatan istimewa dengan menerima bantuan dari program SMK Pusat Keunggulan. Program ini dirancang untuk meningkatkan kualitas pendidikan di SMK dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk mencapai standar keunggulan yang lebih tinggi. Bagi SMKN 10 Semarang, ini bukan hanya sebuah pencapaian, tetapi juga sebuah tanggung jawab untuk membagikan pengalaman berharga ini dengan sekolah lain yang belum mendapatkan kesempatan serupa.

Dengan semangat kolaborasi, SMKN 10 Semarang mengundang sejumlah sekolah yang belum memperoleh bantuan Pusat Keunggulan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka. Sekolah-sekolah ini diberikan bimbingan secara intensif, mulai dari pembuatan proposal, perencanaan roadmap, hingga persiapan menghadapi wawancara seleksi SMK PK. Tujuannya jelas: membantu sekolah lain agar dapat meraih kesuksesan yang sama.

Hasil dari upaya ini sungguh membanggakan. Dari 20 SMK yang mengikuti bimbingan di SMKN 10 Semarang, 17 di antaranya berhasil lolos seleksi dan menerima bantuan SMK Pusat Keunggulan. Keberhasilan ini bukan hanya memberikan kebahagiaan bagi para kepala sekolah dan guru di sekolah-sekolah tersebut, tetapi juga bagi penulis yang merasa telah memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Menurut konsep kebahagiaan yang dikemukakan oleh Sonja Lyubomirsky, tindakan membantu orang lain merupakan salah satu faktor penting yang dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang. Penulis merasakan kepuasan dan kebahagiaan yang mendalam melalui kontribusi yang diberikan kepada sekolah lain. Ini adalah kebahagiaan yang lahir dari tindakan yang disengaja dan bermakna, yang bukan hanya memberi manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain.

Kebahagiaan yang diciptakan melalui tindakan membantu ini memberikan contoh nyata bagaimana kebahagiaan bisa diciptakan di lingkungan pendidikan. Lebih dari sekadar angka dan prestasi, kebahagiaan ini adalah tentang membangun hubungan yang saling mendukung dan berkontribusi pada kebaikan bersama. Sebagai pendidik, penulis mengajak kepala sekolah dan guru lainnya untuk melihat kebahagiaan sebagai sesuatu yang dapat dicapai melalui tindakan positif, terutama dalam membantu dan memberdayakan orang lain.

Sebagai kepala sekolah, menciptakan kebahagiaan di lingkungan sekolah adalah sebuah tanggung jawab yang tidak hanya berfokus pada kesejahteraan siswa, tetapi juga pada guru dan tenaga honorer. Salah satu contoh konkret dari upaya ini adalah pembentukan Tim Kawal GTT dan PTT untuk Seleksi ASN di SMKN 10 Semarang. Tim ini didedikasikan untuk mendampingi guru dan tenaga honorer dalam persiapan menghadapi seleksi ASN, dengan harapan mereka bisa lulus dan mendapatkan status yang lebih baik dalam karier mereka.

Setiap Jumat setelah pulang sekolah, tim ini rutin mengadakan sesi belajar bersama yang meliputi materi Tes Karakteristik Pribadi, Tes Intelegensi Umum, dan Tes Wawasan Kebangsaan. Pendekatan ini bukan hanya membantu para guru dan tenaga honorer dalam memahami materi ujian, tetapi juga menciptakan rasa kebersamaan dan dukungan moral yang kuat di antara mereka.

Penulis percaya bahwa sistem belajar bersama lebih efektif daripada belajar sendiri. Melalui interaksi dan diskusi, para peserta dapat saling bertukar pengetahuan dan strategi, yang pada akhirnya meningkatkan peluang mereka untuk sukses dalam seleksi ASN. Selain itu, suasana belajar yang kolaboratif ini juga membantu mengurangi tekanan yang sering kali dirasakan saat menghadapi ujian penting.

Kebahagiaan yang dirasakan oleh penulis saat melihat keberhasilan guru dan tenaga honorer yang dibimbingnya adalah refleksi dari konsep kebahagiaan menurut Sonja Lyubomirsky, di mana membantu orang lain menjadi salah satu cara paling efektif untuk mencapai kebahagiaan pribadi. Ini bukan hanya soal membantu orang lain mencapai tujuan mereka, tetapi juga tentang membangun komunitas sekolah yang lebih kuat dan harmonis.

Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMKN 10 Semarang

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Beri Komentar