Ki Hajar Dewantara merupakan seorang aktivis dan menjadi pelopor pendidikan untuk bangsa pribumi pada zaman kolonial Belanda. Zaman penjajahan telah menjadikan masyarakat hidup sengsara dan menderita. Rakyat diharuskan melakukan kerja tanam paksa yang membuat rakyat semakin menderita. Politik etis dari penjajah Belanda yang merupakan politik balas budi yang memberikan sedikit harapan pada masyarakat untuk bisa hidup lebih baik. Belanda mau membalas jasa atas kebijakan dan kekejamannya pada masyarakat pribumi yaitu dengan membangun sarana pengairan atau irigasi, pemerataan penduduk, pelayanan kesehatan, dan mendirikan sekolah-sekolah untuk mengurangi buta huruf.
Pada tahun 1854 beberapa Bupati menginisiasi pendidikan sekolah kabupaten yang hanya mendidik calon pegawai. Di tahun yang sama lahirlah Sekolah Bumiputera dan hanya mempunyai 3 kelas. Rakyat hanya diberi pelajaran membaca, menulis, dan menghitung seperlunya dan hanya mendidik seorang pembantu dalam upaya memajukan usaha dagang.
Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan politik etis yang dijalankan oleh Belanda lama-kelamaan mulai terjadi penyimpangan, yang mana pemanfaatan sarana pengairan dan irigasi yang seharusnya digunakan untuk mengairi tanah pertanian dan perkebunan milik petani, justru dimanfaatkan sendiri untuk kepentingan orang-orang Belanda dan untuk orang pribumi sangatlah dipersulit. Pendidikan yang semula diperuntukkan bagi masyarakat umum, namun kenyataannya yang bisa mengenyam hanyalah anak orang kaya dan anak bangsawan saja. Melihat itu semua Ki Hajar Dewantara tergerak dalam hatinya, sehingga muncul niat ingin mendirikan sekolah untuk bangsa pribumi.
Kecintaannya yang tinggi dalam bidang pendidikan, akhirnya pada 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah perguruan atau sekolah yang diberi nama Perguruan Taman Siswa. Lewat sekolah Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara berupaya menumbuhkan kesadaran pada siswa bumiputra akan hak-hak mereka guna mendapat pendidikan. Perguruan Taman Siswa disamping menekankan pendidikan, juga menanamkan rasa kebangsaan pada peserta didik agar mereka mau mencintai bangsa dan tanah airnya, serta berjuang untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kondisi pendidikan yang ada di Indonesia setelah merdeka mengarah pada perubahan proses pembelajaran dan landasan pendidikan. Sehingga pendidikan di era ini, bangsa Indonesia menghilangkan paham-paham pendidikan dari Belanda,sehingga siswa Indonesia memiliki ciri tersendiri dalam dunia pendidikan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menambahkan berbagai budaya bangsa Indonesia yang dapat diwariskan kegenarasi selanjutnya. Kemudian, Pendidikan di Indonesia pada abad ke-21 menjadikan abad globalisasi. Pada saat ini, pembelajaran tidak terfokus pada kebudayaan lagi. Akan tetapi, berfokus pada sikap berpikir kritis dan pemecahan masalah, kecakapan komunikasi, kreativitas dan inovasi, serta kolaborasi atau Kerjasama. Pada zaman ini teknologi merupakan sarana utama dalam dunia pendidikan. Sebagai seorang guru, kita perlu meningkatkan pemahaman kemampuan adaptasi teknologi serta dapat memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan pembelajaran.
Sejarah pendidikan Indonesia di masa lampau hingga sekarang memberikan kita gambaran bahwa dalam bentuk apapun pendidikan itu tetaplah penting untuk membentuk karakter pribadi kita. Walaupun sistem penerapannya berbeda-beda tetapi pendidikan memiliki kesamaan tujuan. Mulai dari pendidikan keagamaan, pendidikan karena penjajah hingga pendidikan pasca kemerdekaan. Setiap masa wajib mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan bangsa di masa itu dan mampu menjawab tantangan di masa mendatang.
“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”
Penulis: Wulan Sari Purwaningtias, S.Pd,. Guru PPL PPG
Editor: Tim Humas
Asik saat mengajar
Beri Komentar